Cuti Hamil 6 Bulan Bisa Bikin Masalah? Simak Dulu Penjelasanya

Wacana cuti melahirkan 6 bulan dalam Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak atau RUU KIA pastinya memiliki tujuan positif, terutama demi memastikan pemenuhan air susu ibu atau ASI eksklusif kepada bayinya.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), ASI eksklusif sebaiknya diberikan selama 6 bulan. Tidak dapat terelakkan bahwa ASI eksklusif memang memiliki manfaat yang signifikan bukan hanya untuk bayi, tetapi untuk ibu, keluarga, lingkungan, dan ekonomi.

Aturan cuti melahirkan yang saat ini hanya 3 bulan, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan yang  dianggap menjadi salah satu faktor rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif. Pasalnya, para ibu harus kembali bekerja setelah masa cuti yang cenderung pendek ini berakhir.

Sepintas, wacana perpanjangan cuti melahirkan tersebut seakan memberikan angin segar bagi perempuan, tetapi jika dilihat lebih jauh, kebijakan tersebut juga dapat menjadi masalah baru bagi perempuan dan justru menjadi celah untuk mengembalikan perempuan ke ranah domestik. Untuk lebih bisa memahami efek baik atau buruknya berdasarkan penuturan Rastrianez.

 

  1. Membuat bisnis menjadi lebih pilih-pilih dalam merekrut perempuan

Rencana regulasi tersebut bisa jadi membuat bisnis menjadi lebih pilih-pilih dalam merekrut perempuan. Meski demikian, ia memandang hal ini justru sebagai sinyal bagus bagi karyawan untuk menilai perusahaan. “Apakah perusahaan itu memikirkan kesejahteraan karyawan atau tidak? Kalau kita menemukan perusahaan yang memikirkan kesejahteraan karyawan, ya, tentu kita akan jadi lebih happy,” tutur Rastrianez.

Bila perusahaan yang tidak menaruh perhatian pada hal itu, karyawan memiliki hak untuk tetap bekerja di situ atau mencari perusahaan yang sesuai dengan kebutuhan karyawan. Ada pula solusi lain, yakni karyawan bisa mencoba berbicara dengan Human Resources (HR) untuk menyampaikan aspirasi. “Kita punya hak sebagai karyawan untuk menyuarakan keinginan kita, dan kita lihat respons mereka. Kalau memang responsnya masih enaknya, kita bisa cari win-win solution. Kalau misalnya responsnya kurang baik dan kurang berkenan, kita punya hak untuk stay atau enggak di perusahaan itu,” ungkap Rastrianez.

 

  1. Berpengaruh terhadap karier perempuan

Menurut Rastrianez, perpanjangan cuti hamil menjadi enam bulan juga akan memengaruhi karier perempuan. Namun, ia menyarankan perempuan untuk bisa memiliki daya jual lebih sebagai karyawan. “Kita sebagai perempuan seharusnya memikirkan daya jual yang bisa ditonjolkan agar pihak perusahaan tetap mau merekrut kita. Pikirkan apa yang bisa kita lakukan untuk bertambah baik, hebat, dan menambah value hingga akhirnya bisa tetap survive,” ujar Rastrianez.

Ia mengimbau perempuan untuk tetap fokus dengan strategi yang bisa diambil dan sesuai dengan diri sendiri untuk mengembangkan diri. Dengan demikian, perempuan dapat tetap relevan terhadap perkembangan zaman. “Nilai jual itu tahunya dari kelebihan dan kekurangan kita. Setelah itu pikirkan karier yang diinginkan dan cari tahu tentang karier kita, apakah sesuai dengan kelebihan dan kekurangan kita. Yang lebih penting, kita harusnya paham apa yang mau kita kembangkan,” ungkapnya.

  1. Perempuan bisa merasa tidak percaya diri saat kembali bekerja

Hal lain yang juga menjadi dampak dari cuti melahirkan 6 bulan adalah perempuan merasa tidak percaya diri saat kembali ke kantor. “Kalau dari sisi career coach, salah satu kendalanya, ibu atau perempuan ini perlu merasa confident bahwa dia tetap bisa menjalani karier. Karena beberapa perempuan setelah cuti hamil merasa tidak relevan,” ungkapnya.

Saat merasa tidak relevan dan tidak percaya diri, perempuan akan sulit dilihat nilai jualnya oleh perusahaan. Sebaliknya, bila merasa percaya diri, perempuan akan tahu apa yang diinginkan ketika kembali berkarier. “Tapi beda cerita dengan perempuan yang mungkin bersenang-senang saat mengurus anak, maksudnya, sambil baca buku dan masih tetap ngambil kursus untuk tidak membuang waktu,” kata Rastrianez.

Bila perempuan tetap melakukan kegiatan yang produktif di sela-sela cuti melahirkan, ini bisa menjadi nilai lebih. Jadi saat harus kembali bekerja, perempuan sudah mempersiapkan diri dari jauh-jauh hari.

 

Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perlu tidaknya aturan cuti hamil 6 bulan ini kembali kepada 2 sisi, yaitu sisi perusahaan yang dapat memberikan kebijakan yang sesuai dan dari sisi karyawan dalam memanfaatkan masa cuti hamil 6 bulan tersebut.

 

Demikian hal – hal mengenai dampak penerapan cuti hamil 6 bulan menurut RUU KIA yang perlu kamu ketahui. Bila kamu membutuhkan bantuan untuk mengatasi masalah di perusahaan kamu?  Semua itu bisa kamu dapatkan dengan mengikuti training and  development program di Focus Improvement. Hubungi kami melalui telepon ke 0818-8188-99919 atau 0878-4169-6118 untuk mendapatkan saran program pelatihan kepemimpinan sesuai kebutuhan organisasi kamu.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *